To be Blessed
“What was your hardest time during
some months you have been here?”
“Hmmmm…… Hardest time?” dahiku
mulai mengernyit, otak ini mencoba berpikir keras.
“Yeah. Anything that was making
you feel low… or something like that.”
“I don’t think… I have one…,”
jawabku pasrah. Karena memoriku benar-benar merasa tidak merekam saat-saat yang
sangat sulit selama 4 bulan ke belakang. “Belum ada yang mengalahkan Tugas
Akhir,” batinku dalam hati.
“Really? Wow!”
Itulah potongan memoriku dari sesi
interview—yang bahkan aku sangat tidak bisa menilai apakah mereka senang dengan
segala jawabanku atau tidak. Ya, aku sebutkan ‘mereka’ karena itu adalah panel
interview. Rasanya seperti sidang tanpa dosen pembimbing—semua dosen penguji.
Untungnya, mereka baik. Dengan aku bilang mereka baik, sudah bisa melambangkan
hasil interview-ku tadi bukan hahaha.
That was another blessing He gave
me. Another episode for my series of life events—for me to be grateful.
Akan coba aku tarik timeline-nya
lebih mundur beberapa tahun ke belakang.
Ketika aku sudah lelah dengan
segala tes ujian masuk. Muak dengan segala soal. Enggan mendengar pertanyaan
“Kamu keterima di mana?”. Alergi dengan tulisan “Maaf Anda Tidak Lolos.”
Sungguh, masa yang kelam.
Hingga sampailah pada suatu titik.
Aku diterima di sebuah PTN dengan jurusan yang aku idamkan. Another Blessing.
Bukankah seperti akhir yang
bahagia? Tidak. Karena ini belum berakhir.
Di perguruan tinggi ini aku
belajar. Memahami ilmu kelistrikan, sambil ditempa dengan hebatnya kultur
jurusan Teknik. Menyibukkan diri dengan berorganisasi. Bertemu dengan segudang
manusia yang kemudian menjadi makhluk favoritku. Cukup singkat—indah—berharga.
Perasaan yang kunikmati selama
sekitar 3 tahun, kemudian berubah menjadi 2 bulan yang rasanya aaaaaamat
panjang dan melelahkan.
Tugas Akhir—Hardest time of my
life (so far).
Malam-malam yang panjang. Berkutat
dengan laboratorium, laptop, solder, dan bau hangus. Mencoba, gagal, belajar,
bertanya adalah keseharian. Hasilnya? Tetap belum berhasil. Bahkan untuk
tersenyum pun tak sanggup. Pada masa itu, mungkin aku bisa menyebarkan aura
negatif dalam radius 5 meter.
Diuji dari berbagai arah, tapi
tidak menyerah. Terus berjuang sampai titik darah penghabisan, sambil berdoa
dan pasrah (tentu saja). Banyak hal yang tidak masuk akal terjadi pada masa
itu.
Keajaiban.
Hal itulah yang kemudian
mengantarkanku sehingga bisa menyandang gelar S.T. di pertengahan tahun lalu.
Ajaib. Another Blessing.
Waktu kelulusan yang sangat tepat.
Aku bisa mengikuti kelas keahlian tambahan yang diadakan oleh Kementrian—kelas
terjadwal dan hanya satu siklus setiap tahunnya. Paling tidak, aku bisa mengisi
waktu kosongku dengan sesuatu yang bermanfaat. “Daripada bosan di rumah,” hanya
itu saja, pikirku.
Siapa sangka melalui kelas
tambahan itu, membawaku ke perjalanan baru.
Aku diterima di sebuah perusahaan
multinasional. Channel informasinya dari mana? Dari kelas tambahanku.
Menariknya, saat recruitment semua
hal seperti dipermudah. Sampai aku mengira perusahaan ini sangat membutuhkan
orang, sampai mau menerimaku tanpa ragu haha. Tapi sepertinya tidak begitu,
recruitment selection-nya nyata bukan hanya formalitas sih dan ada kandidat
yang gagal juga. Seems like it’s just another blessing.
Lalu? Berhentikah sampai situ?
Tidak.
Siapa yang menyangka. Interviewer pertamaku
kemudian menjadi orang yang (sepertinya) begitu percaya padaku. Dia sering
bilang bahwa dia telah ‘menjual’ku ke mana-mana (semoga tidak menyesal ya,
bapak) haha. Bagiku, dia adalah leader, mentor, bapak, sekaligus teman. Pun aku
kembali merasa itu keajaiban. Jalan yang kemudian terbuka di hadapanku.
Pertemuan-pertemuan dengan banyak orang. Sedari awal yang bahkan untuk bertanya
letak ruangan saja aku enggan, kini aku menjadi yang bisa menunjukkan tempat
pada orang lain. Another blessing.
Dilanjutkan dengan panel
interview-ku tadi.
Mulai dari keterima perguruan
tinggi sampai menjadi pegawai. Ituuuu semua, series of life events that did not
happen just because of coincidence. Semua memang terjadi begitu saja. Namun
percayalah, itu semua sudah ditakdirkan. Ada jutaan rahasia dibalik suatu
kejadian. Ditambah lagi, segala hal yang kita dapatkan pasti adalah yang
terbaik. Kalau kamu belum merasakan keajaiban akan sesuatu, maka tunggu saja
(dengan catatan sambil berusaha berdoa dan percaya).
Coba tarik ke belakang.
Ingat-ingat your series of life events. Segala keajaiban yang pernah terjadi
padamu. Tengok sekelilingmu. Segala hal yang kini telah kamu miliki. Banyak
sekali anugrah yang kamu punya. Blessed. Pasti kamu akan jadi memiliki jutaan alasan
untuk bersyukur 😎
Kemudiaaaaann, sampailah pada kita
saat ini. COVID-19.
Bosan di rumah? Khawatir tertular?
Atau terbebani dengan gejolak ekonomi yang tidak stabil?
Sabar. Sungguh, bersabarlah.👼
Tunggulah keajaiban itu muncul. Bersyukur atas apa yang telah
dimiliki.
Tugas kita sabar, berusaha, dan
berdoa bukannya. Then, let Allah do the rest.
Comments
Post a Comment